Budidaya Tanaman Obat Jahe

Diposting pada
Rate this post

Budidaya Tanaman Obat Jahe

I. UMUM

1.1. Sejarah Singkat

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe (Zingiber Officinale) berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional.

Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceal), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma Xanthorrizha), temu hitam (Cucuma Aeruginosa), kunyit (Cucuma Domestica), kencur (Kaempteria Galanga), lengkuas (Lenguas Galanga) dan lain-lain.

1.2. Sentra Penanaman


Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.

1.3. Jenis Tanaman


Pengertian jahe di Indonesia adalah batang yang tumbuh dalam tanah yang disebut rimpang. Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya jahe dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Jahe putih besar disebut juga jahe badak, jahe putih kecil dan jahe merah disebut juga jahe sunti.

1.4. Manfaat Tanaman


Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami.

Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain.


II. SYARAT PERTUMBUHAN


2.1. Iklim


a. Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
b. Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
c. Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 derajat C.

2.2. Media Tanam


a) Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
b) Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
c) Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.

2.3. Ketinggian Tempat


Jahe tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl. Tetapi pada umumnya di Indonesia ditanam pada ketinggian 200-600 m dpl.


III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


3.1. Pembibitan


3.1.1. Persyaratan Bibit


Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a) Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
b) Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
c) Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.

3.1.2. Teknik Penyemaian Bibit


Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.


a. Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.

b. Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.

3.1.3. Penyiapan Bibit


Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.

3.2. Pengolahan Media Tanam


3.2.1. Persiapan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.

3.2.2. Pembukaan Lahan


Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.

3.2.3. Pembentukan Bedeng


Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.

3.2.4. Pengapuran


Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp.
Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a) Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b) Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c) Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.

3.3. Teknik Penanaman


3.3.1. Penentuan Pola Tanam


Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian.

Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a) Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b) Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c) Meningkatkan produktivitas lahan.
d) Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).

Praktek di lapangan, ada Jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.

3.3.2. Pembuatan Lubang Tanah


Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.

3.3.3. Cara Penanaman


Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan. Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober.

3.4. Pemeliharaan Tanaman


3.4.1. Penjarangan dan Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.

3.4.2. Penyiangan


Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.

3.4.3. Pembubunan


Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah.

Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.

3.4.4. Pemupukan


Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.

3.4.5. Pengairan dan Penyiraman


Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;

3.4.6. Waktu Penyemprotan Pestisida


Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan Jahe.

3.5. Hama dan Penyakit


3.5.1. Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
a) Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
b) Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
c) Kumbang.

3.5.2. Penyakit


a. Penyakit layu bakeri
Gejala: mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab. Pengendalian: (1) jaminan kesehatan bibit jahe; (2) karantina tanaman jahe yang terkena penyakit; (3) pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik; (4) pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)

b. Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk. Gejala: daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati. Pengendalian: (1) penggunaan bibit yang sehat; (2) penerapan pola tanam yang baik; (3) penggunaan fungisida.

c. Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka. Gejala: pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-bercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati. Pengendalian: baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.

3.6. Panen


3.6.1. Ciri dan Umur Panen


Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua.

Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.

3.6.2. Cara Panen


Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.

3.6.3. Prakiraan Produksi


Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.

3.7. Pascapanen


3.7.1. Penyortiran dan Penggolongan


Rimpang kemudian dipilih (sortasi) berdasarkan ukuran panjang, lebar, besar dan kecil untuk memisahkan bahan yang berkualitas rendah (rusak) dengan yang baik (seragam). Sortasi pada kunyit dilakukan melalui dua tahap, yaitu sortasi basah dan kering. Sortasi basah dilakukan pada bahan segar untuk memisahkan bahan-bahan dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma yang dimungkinkan mencemari bahan hasil panen. Sortasi kering dilakukan pada bahan yang telah mengalami pengeringan guna memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing, seperti kerikil, tanah dan kotoran-kotoran lain. Setelah bersih, rimpang dikumpulkan dalam wadah berupa karung untuk memudahkan pengangkutan dan mempertahankan kebersihan rimpang hasil panen selama pengangkutan.

3.7.2. Penyimpanan


Rimpang disimpan dalam gudang yang memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup, serta bersih dan terbebas dari hama gudang. Untuk mencegah timbul hama gudang seperti rayap, dilakukan dengan mengoleskan oli bekas pada lantai gudang. Setelah oli itu kering baru dipasang bantalan dari kayu, untuk meletakkan jahe yang telah dimasukkan dalam karung. Upaya yang dilakukan untuk menghindari serangan hama/cendawan yaitu dengan melakukan penyemprotan insektisida/fumigasi sebelum gudang digunakan.

3.7.3. Pengemasan


Rimpang selanjutnya dikemas dalam karung/plastik atau bahan yang kedap udara.

IV. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
4.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani pada tahun 1999 di daerah Bogor.

  1. Biaya produksi
    1. Bibit: 2.000 bh @ Rp. 1.700,-
    2. Pupuk
      – Pupuk buatan: Urea 165 kg @ Rp. 1.100,-
      – TSP 160 kg @ Rp. 1800,-
      – KCl 160 kg @ Rp. 1.600,-
      – Pupuk kandang 3.000 kg @ Rp. 150,-
    3. Obat 20 kg @ Rp. 15.000,-
    4. Alat
    5. Bahan (mulsa) 20.000 m @ Rp. 150,-
    6. Tenaga kerja 200 OH
    7. Biaya Lain-lain
      Jumlah biaya produksi
  2. Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-
  3. Keuntungan usaha tani
  4. Parameter kelayakan usaha
    1. B/C rasio


Rp.

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.


3.400.000,-

181.500,-
288.000,-
256.000,-
750.000,-
300.000,-
180.000,-
3.000.000,-
2.000.000,-
1.000.000,-
11.355.500,-
15.000.000,-
3.644.500,-

= 1,321



4.2. Gambaran Peluang Agribisnis


Saat ini permintaan akan jahe oleh negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut belum semuanya dapat dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga saat ini fluktuasi harga jahe basah maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.


V. STANDAR PRODUKSI


5.1. Ruang Lingkup


Standar meliputi jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.

5.2. Diskripsi


Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI-01-3179-1992.

5.3. Klasifikasi dan Standar Mutu


Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
a. Syarat umum
1. Kesegaran jahe: segar
2. Rimpang bertunas: tidak ada
3. Kenampakan irisan melintang: cerah
4. Bentuk rimpang: utuh
5. Serangga hidup: bebas

b. b) Syarat Khusus
1. Ukuran berat: mutu I ³ 250 gram/rimpang; mutu II 150-249 gram/rimpang; mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa.
2. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<10 p=”p”>3. Benda asing: mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu III<3 p=”p”>4. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang): mutu I=0%;mutu II=0%; mutu III<10 nbsp=”nbsp” p=”p”>
Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:
a. Penentuan benda-benda asing
Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya diantara 100-200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda asing tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam cuplikan yang diuji.

b. Penentuan kadar serat
Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah oven udara listrik 105 ± 1 derajat C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet. Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi bahan bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit.

Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya bahan pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah pendidihan selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.

Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya pada 105 ± 1 derajat C dalam oven udara sampai berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan Krus Gooch tersebut pada 600 ± 20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi sampai seluruh bahan menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah Krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.

c. Penentuan kadar minyak
1. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35-40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.
2. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah batu didih.
3. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya.
Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu.
Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.

5.4. Pengambilan Contoh


a. Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai 20 ton.
1. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1-100, contoh yang diambil 5.
2. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101-300, contoh yang diambil 7
3. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301-500, contoh yang diambil 9
4. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil 10
5. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15
Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.

b. Petugas pengambil contoh
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.

5.5. Pengemasan


Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama/kode perusahaan/eksportir
c) Nama barang
d) Negara tujuan
e) Berat kotor
f) Berat bersih
g) Nama pembeli


VI. REFERENSI


6.1. Daftar Pustaka
a) Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta, 1999
b) ———-, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999
c) ———-, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999
d) Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999
e) Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
f) Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
g) Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999

Demikian ulasan artikel dari blog kami semoga bermanfaat